Header Ads

ads header

Breaking News

KB 5. Stratifikasi Sosial | Sosiologi XI Sem. Ganjil

 

STRATIFIKASI SOSIAL 


 

1.    Stratifikasi Sosial

Dalam kehidupan sehari – hari, anda menjumpai masyarakat yang termasuk golongan orang kaya, menengah, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan masyarakat terdapat tingkatan – tingkatan yang membedakan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Dalam sosiologi, penggolongan masyarakat ini disebut stratifikasi sosial.

Secara umum, stratifikasi sosial diartikan sebagai pembeda atau pengelompokkan anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial juga dapat diartikan sebagai perbedaan vertikal yang memicu munculnya hierarki dan kelas – kelas sosial di masyarakat. Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang sifatnya umum pada setiap masyarakat.

Istilah stratifikasi sosial berasal dari kata stratification dan social. Stratification berasal dari kata stratum ( jamaknya strata ) yang berarti lapisan. Jadi, secara harfiah startifikasi sosial berati tingkatan yang ada dalam masyarakat. Adapun pengertian stratifikasi sosial men menurut para ahli yaitu :

a.    Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas – kelas secara bertingkat (hierarkis).

b.   Robert M. Z Lawang, stratifikasi sosial adalah penggolongan orang – orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan – lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privelege, dan prestise.

Stratifikasi sosial dalam masyarakat terbentuk melalui dua cara, yaitu alamiah dan sengaja dibentuk.

a.    Pelapisan Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya (Alamiah)

Stratifikasi sosial ini terjadi dengan sendirinya, bersifat alami dan otomatis. Pelapisan sosial ini dapat terjadi bersamaan dengan dinamika kehidupan masyarakat tanpa disadari. Beberapa ukuran yang digunakan untuk menempatkan seseorang dalam strata tertentu pada stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya di antaranya berdasarkan kepandaian, keturunan, tingkat usia, sifat keaslian, dan kekayaan. Misalnya, pada masyarakat kerajaan di mana orang yang masih memiliki keturunan raja akan menempati srata tertinggi.

b.   Pelapisan Sosial yang Sengaja Dibentuk

Pelapisan sosial yang dibentuk dengan sengaja untuk mengejar kepentingan atau tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan dalam organisasi formal. Misalnya, dalam perusahaan, pemerintahan, partai politik, TNI, dan negara sehingga wewenang, tugas, atau kerja menjadi jelas dan teratur.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, pelapisan sosial akan terus terjadi dengan sendirinya salam dalam masyarakat tersebut terdpat sesuatu yang dihargai. Adapun dasar yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat dalam stratifikasi sosial, antara lain kekayaan, kekuasaan, keturunan, dan pendidikan. Beberapa ciri stratifikasi sosial, antara lain perbedaan kemampuan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan hak dan perolehan sumber daya.

a.    Bentuk – Bentuk Startifikasi Sosial

1)    Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi

Stratifikasi sosial ini akan membedakan masyarakat menurut penguasan dan pemilikan materi. Dalam hal ini, ada golongan orang – orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam lapisan atau kelas – kelas sosial dalam masyarakat.

Menurut Max Weber, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini membagi masyarakat ke dalam kelas – kelas yang didasarkan pada kepemilikan tanah dan benda – benda. Kelas – kelas ini terdiri atas kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Semakin tinggi kelas semakin sedikit masyarakat yang termasuk di dalamnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kelas maka semakin banyak warga masyarakat yang dapat digolongkan di dalamnya.

Sementara menurut Karl Marx, masyarakat dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan kapitalis/ borjuis merupakan orang – orang yang menguasai tanah dan alat produksi, golongan menengah terdiri atas para pegawai pemerintah, golongan proletar adalah orang – orang yang tidak mempunyai tanah dan alat produksi. Golongan menengah ini merupakan pembela setia kaum kapitalis sehingga golongan menengah cenderung dimasukan ke dalam golongan kapitalis. Oldh karena itu, penggolongan masyarakat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan kapitalis/borjuis dan golongan proleter.

2)    Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial

Stratifikasi sosia ini didasarkan pada kriteria sosial, yaitu dilihat dari status sosialnya. Kelas pertama tentunya diduduki oleh masyarakat yang memiliki status lebih tinggi dan terhormat, sedangkan kelas – kelas lainnya diduduki oleh masyarakat berstatus rendah dan tidak memiliki kehormatan. Kelas terhormat biasanya bersifat eksklusif.

Berdasarkan kriteria sosialnya, stratifikasi sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi tiga klasifikasi sebagai berikut

a)    Sistem Kasta pada Masyarakat Hindu

Stratifikasi sosial ini didasarkan atas kasta dalam masyarakat. Biasanya stratifikasi tersebut dapat dijumpai pada masyarakat Hindu di India dan Bali.  Pada masyarakat India, mereka menjalankan sistem kasta yang sifatnya ketat dan kaku. Istilah kasta pada masyarakat India disebut yati, dan sistemnya disebut varna. Adapun kasta – kasta di India memiliki ciri – ciri berikut :

(1)    Kasta diperoleh karena warisan atau kelahiran

(2)    Diwariskan seumur hidup

(3)    Pernikahan bersifat endogami, yaitu dipilih dari orang yang sekasta

(4)    Hubungan dengan kelompok – kelompok lainnya bersifat terbatas

(5)    Kasta diikat oleh kedudukan – kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan

(6)    Prestise suatu kasta benar – benar diperhatikan

 

Sistem kasta dibagi menjadi empat kelompok berikut

(1)    Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat

(2)    Kesatria, yaitu kasta para bangsawan dan tentara

(3)    Waisya, yaitu kasta para pedagang

(4)    Sudra, yaitu kasta yang dimiliki oleh rakyat jelata

 

Masyarakat dengan sistem kasta ini menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan pun cenderung tertutup, tabu, bahkan dapat dihukum oleh masyarakatnya. Selain itu, pernikahan antarkasta pun dilarang, dan jika melanggar ornag tersebut akan dikeluarkan dari kasta (outcast), kemudian menjadi golongan paria (tak berkasta).

 

Sementara di Bali, sistem kastanya tidak begitu ketat, kaku, dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut wangsa. Adapun pembagian kasta di Bali dibedakan menjadi  empat kasta, yaitu Brahmana, Kesatria, Waisya dan Sudra. Ketiga lapisan disebut Triwangsa (Brahmana, Kesatria dan Waisya) dan lapisan terakhir disebut Jaba (Sudra). Kedudukan seseorang digambarkan dalam gelar namanya yang diwariskan berdasarkan garis keturunan laki – laki (patrilinial), misalnya sebagai berikut :

(1)    Ida Bagus (golongan Brahmana)

(2)    Cokorda, Dewa dan Ngakan (golongan Kesatria)

(3)    I Gusti, Gusti dan Bagus (golongan Waisya)

(4)    Pande, Kbon dan pasek (golongan Sudra)

b)    Stratifikasi Berdasarkan Kriteria Bidang Pekerjaan

Stratifikasi ini didasarkan pada keahlian, kecakapan, dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Astrid S. Susanto membagi pelapisan sosial bidang pekerjaan berdasarkan ukuran keahlian, antara lain elite, profesional, semiprofesional, tenaga terampil, tenaga semiterampil dan tenaga tidak terlatih atau tidak terdidik.

c)    Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan  

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin pula ia mendapat kedudukan dan kehormatan  yang lebih tinggi. Stratifikasi sosial bidang pendidikan bersifat terbuka. Stratifikasi pendidikan dapat dikelompokan sebagai berikut

(1)    Pendidikan sangat tinggi (doktor dan profesor)

(2)    Pendidikan tinggi (sarjana dan mahasiswa)

(3)    Pendidikan menengah (mereka yang mengenyam bangku SMA)

(4)    Pendidikan rendah (mereka yang mengenyam pendidikan hanya sampe tingkat SD dan SMP)

(5)    Tidak berpendidikan atau buta huruf

 

3)    Stratifikasi Sosial berdasarkan Kriteria Politik

Stratifikasi sosial ini berkaitan erat dengan kekuasaan   yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang dikuasai dan ada pula pihak yang menguasai. Menurut Mac Iver, dasar pelapisan masyarakat berdasarkan sistem pelapisan kekuasan atau piramida kekuasaan terbagi dalam tiga pola umum sebagai berikut .

a)      Tipe Kasta

Tipe kasta ini merupakan sistem lapisan kekuasaan yang memiliki garis pemisahan yang tegas dan kaku. Garis pemisah ini hampir tidak bisa ditembus sehingga tidak terjadi mobilitas sosial secara vertikal.



 

 


b)      Tipe Oligarki

Berbeda dengan tipe kasta yang memiliki garis pemisah yang sangat tegas dan kaku, tipe ini cenderung tegas garis pemisahnya, namun dasar pembedaan kelas – kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Pada tipe ini, individu – individu pada kasta bawah masih diberikan kesempatan untuk naik lapisan. Tipe ini dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang. Raja menempati puncak.



 

 

 

c)      Tipe Demokratis

Tipe ini tampak adanya garis pemisah antarlapisan yang sifatnya mobile (bergerak) atau sifatnya yang fleksibel. Pada tipe demokratis ini, faktor terpenting adalah kemampuan bukan kelahiran, kadang – kadang juga keberuntungan. Contohnya, pemimpin parpol dan orang kaya yang menempati strata teratas.



 

 

 

b.   Sifat – Sifat Stratifikasi Sosial

1)    Stratifikasi Bersifat Terbuka

Stratifikasi bersifat terbuka, artinya setiap anggota warga masyarakat memiliki peluang untuk berpindah status. Bagi mereka yang memiliki kecakapan mampu naik ke lapisan yang lebih tinggi, begitu pula dengan mereka yang tidak beruntung dapat jatuh dari lapisan atas ke lapisan bawah. Dengan kata lain, masyarakat dengan sistem lapisan sosial ini akan lebih mudah melakukan gerak sosial, baik secara vertikal maupun horizontal.  



 

 

 

 

2)    Stratifikasi Bersifat tertutup (Close Social Stratification)

Stratifikasi sosial ini cenderung tertutup sehingga membatasi seseorang untuk berpindah atau melakukan gerak sosial, baik ke lapisan atas atau bawah. Pada sistem ini, jalan satu – satunya untuk menjadi anggota dalam suatu lapisan adalah dengan kriteria kelahiran. Stratifikasi sosial ini terdapat pada masyarakat feodal dan berkasta.



 

 

 

 

3)    Stratifikasi Bersifat Campuran

Stratifikasi campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi sosial tertutup dan terbuka. Pada sistem stratifikasi campurna ini, adanya kemungkinan berpindah lapisan sosial pada bidang tertentu, namun tidak membiarkan perpidahan pada lapisan yang lain. Contohnya, seorang anak dari Bali yang berkasta Brahmana pindah ke Bandung untuk kuliah. Di daerah asal ia selalu dihormati karena kastanya, tetapi di Bandung ia akan mendapat perlakuan yang sama dengan ornag lain karena Bandung tidak ada sistem kasta.






 

 

c.    Mobilitas sosial sebagai Dampak dari Adanya Stratifikasi Sosial

Salah satu pengaruh adanya pelapisan sosial yang terbentuk di masyarakat, yaitu membuat setiap individu atau kelompok melakukan mobilitas sosial. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi atau kedudukan sosial dari satu lapisan ke lapisan lainnya. Adapun tujuan masyarakat melakukan mobilitas sosial, yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk bisa meraihnya.

1)         Pengertian Mobilitas Sosial

Mobilllitas sosial berasal dari bahasa Latin, yaitu mobilis yang artinya bergerak dan social (Inggris) yang artinya masyarakat. Jadi, dapat diartikan bahwa mobilitas sosial adalah gerakan masyarakat. Sementara secara sosiologi, mobilitas sosial adalah segala usaha yang dilakukan seseorang mungkin saja bergerak dari golongan masyarakat yang semula kurang beruntung menjadi golongan yang lebih beruntung begitu juga sebaliknya. Menurut Soerjono Soekanto, mobilitas sosial adalah gerak dalam struktur sosial, yaitu pola – pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial dalam masyarakat. Adapun faktor pendorong mobilitas sosial antara lain faktor perubahan situasi politik, faktor perubahan ekonomi, dan faktor perubahan sosial budaya.

2)        Bentuk – Bentuk Mobilitas Sosial

Menurut Pitirim A. Sorokin, bentuk – bentuk mobilitas sosial dibagi menjadi dua, yaitu :

a)    Mobilitas Sosial Horizontal, merupakan perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.

b)    Mobilitas Sosial Vertikal, merupakan perpindahan status sosialyang dialami seseorang atau sekelompok warga pada lapisan sosial yang berbeda dan tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikal dibedakan menjadi dua macam, yaitu mobilitas vertikal naik (social climbing)  dan mobilitas sosial vertikal turun (social sinking).

c)    Mobilitas Intragenerasi, merupakan perubahan status yang menyangkut diri seseorang atau individu sendiri. Mobilitas ini biasanya bersifat vertikal naik, vertikal turun, maupun horozontal.

d)    Mobilitas Antargenerasi, merupakan mobilitas sosial yang menyangkut dua generasi atau perubahan status sosial yang dicapai seseorang dibandingkan dengan status yang dicapai orangtuanya.

3)        Saluran Mobilitas Sosial

Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal mempunyai salauran – saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal melalui saluran ini disebut social circulation. Adapun saluran mobilitas sosial menurut Pitirim A. Sorokin, antara lain angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, organisasi politik, organisasi ekonomi, organisasi – organisasi keahlian dan saluran – saluran lain.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar