KB. 6 | DIFERENSIASI SOSIAL | SOSIOLOGI XI SEM.GANJIL
DIFERENSIASI SOSIAL
1. Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial berasal dari bahasa Inggris, yaitu difference yang artinya perbedaan. Secara sosiologis, diferensiasi sosial adalah perbedaan anggota masyarakat berdasarkan golongan – golongan secara horizontal tanpa memandang perbedaan lapisan. Menurut Soerjono Soenkanto, diferensiasi sosial merupakan variasi pekerjaan, prestise, dan kekuasaan kelompok dalam suatu masyarakat.
Diferensiasi sosial dapat diartikan sebagai pembeda pola interaksi masyarakat dalam dimensi horizontal. Adapun pengklasifikasian golongan dalam diferensiasi sosial bersifat bejenjang, tidak bertingkat, atau sejajar. Ciri – ciri diferensiasi sosial adalah sebagai berikut :
a. Ciri – ciri Fisik
Ciri – ciri fisik ditandai dengan perbedaan ciri -ciri tertentu, seperti warna kulit, bentuk rambut, hidung, muka, mata dan tinggi badan. Hal ini berkaitan erat dengan ras, yaitu penggolongan manusia atas dasar persamaan ciri – ciri fisik yang tampak dari luar.
b. Ciri – ciri Sosial
Ciri sosial berkaitan dengan fungsi para warga masyarakat dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat, setiap orang melakukan fungsi atau tugas untuk kepentingan dirinya sendiri dan masyarakatnya. Aneka macam fungsi dan tugas ini berkaitan dengan pekerjaan dan profesi warga masyarakat, termasuk mata pencahariannya. Perbedaan ini dapat menimbulkan cara pandang dan pola perilaku yang berbeda dalam masyarakat.
c. Ciri – ciri Budaya
Ciri budaya merupakan ciri yang berdasarkan pada pandangan hidup suatu masyarakat. Hal ini menyangkut nilai – nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan. Hasil dari nilai – nilai yang dianut oleh masyarakat dapat dilihat dari bahasa, pakaian adat, kesenian, arsitektur dan agama.
Pembedaan yang ada dalam diferensiasi sosial didasarkan atas latar belakang sifat – sifat dan ciri – ciri yang tidak sama dalam masyarakat, klan, etnis dan agama. Pembedaan tersebut dinamakan kemajemukan sosial. Diferensiasi juga didasarkan pada profesi dan jenis kelamin. Pembedaan tersebut dinamakan heterogenitas sosial.
a. Bentuk – Bentuk Diferensiasi Sosial
1) Diferensiasi Ras
Ras merupakan penggolongan manusia atas dasar persamaan ciri – ciri fisik yang tampak dari luar, seperti warna dan bentuk rambut, warna dan bentuk mata, warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin dan lain sebagainya. Menurut Prof. Koentjaraningrat, ras adalah suatu golongan manusia yang menunjukkan berbagai ciri tubuh tertentu dengan suatu frekuensi yang besar.
Mengenai keanekaragaman ras, A. L. Kroeber membuat klasifikasi ras sebagai berikut :
a) Australoid adalah penduduk asli Australia (Aborigin)
b) Mongoloid adalah penduduk asli wilayah Asia dan Amerika
(1) Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Tengah dan Timur)
(2) Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina dan penduduk asli Taiwan)
(3) American Mongoloid (penduduk asli Amerika)
c) Kaukasoid adalah penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika dan Asia
(1) Nordic (Eropa Utara, sekitar Laut Balitik)
(2) Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur)
(3) Mediteranian (sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab dan Iran)
(4) India (Pakistan, India, Bangladesh, dan Sri Lanka)
d) Negroid adalah penduduk asli wilayah Afrika dan sebagian Asia.
(1) Afrika Negroid (Benua Afrika)
(2) Negrito ( Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan orang – orang Semang, Filipina)
(3) Malenesian (Irian dan Malenesia)
e) Ras – ras khusus sebagai berikut
(1) Bushman (Gurun Kalahari – Afrika Selatan)
(2) Weddoid (Pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan)
(3) Polenesian (Kepulauan Mikronesia dan Polinesia)
(4) Ainu (Pulau Karafuto dan Hokaido di Jepang)
Beberapa macam ras yang mendiami Indonesia saat ini, sebagai berikut :
a) Ras Negro (Negroid)
Ras ini memiliki ciri – ciri seperti berkulit hitam; perawakan kecil; memiliki tinggi badan kurang lebih 1,5 m; dan memiliki rambut keriting. Ras ini disebut juga bangsa kate atau pgymen. Sisa – sisa ras negroid mendiami lereng Pegunungan Maoke, Irian, seperti bangsa Paseham, Tapiro, dan Toini.
b) Ras Wedda (Weddid/ Weddoid)
Ras Wedda memiliki ciri – ciri, antara lain berkulit sawo matang; hidung pesek; rambut hitam ikal; dan tinggi badan kira – kira 1,6 m. Sisa ras Wedda terdapat pada masyrakat suku Kubu (Sumatera bagian barat laut) serta suku Toala dan Tokeja (Semenanjung Barat Daya Laut Sulawesi)
c) Ras Neo – Melanesoid
Ras Neo – Melanesoid merupakan ras yang berasal dari Kepulauan Malenesia dan kedatangannya lebih akhir dari rs Negroid ataupun Wedda. Ras ini memiliki ciri – ciri antara lain kulit kehitam – hitaman; tubuh tegap dan memiliki tinggi 1,6 – 1,7 m; rambut tebal keriting; bibir tebal; dan hidung lebar dan agak bengkok (hidung sempit). Sisa – sisa dari ras ini banyak mendiami Pantai Papua dan pulau – pulau di Dangkalan Sahul.
d) Ras Malayu atau Paleo – Mongoloid
Ras Melayu ini memiliki ciri – ciri, antara lain kulit sawo matang kekuning – kuningan; tubuh kecil; tinggi badan 1,6 – 1,75 m; dan rambut hitam lurus. Ras ini merupakan penduduk asli yang terakhir masuk wilayah Indonesia. Menurut tingkat kebudayaannya, ras Melayu dibagi atas Melayu Tua (Proto Melayu) dan Melayu Muda (Deutero Melayu).
2) Diferensiasi Etnis
Suku bangsa di Indonesia sangatlah beragam. Setiap suku bangsa tesebut memiliki perbedaan kebuadayaan yang tercermin dari gaya hidupnya. Suku bangsa juga disebut etnis. Istilah etnis berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethnikos yang artinya memiliki satu kebangsaan atau kelompok asing. Berikut pengertian suku bangsa atau etnis menurut beberapa ahli :
a) Menurut William Kornblum, kelompok etnis merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki identitas kebudayaan tertentu dan memiliki leluhur secara pasti.
b) Menurut Koentjaraningrat, etnis adalah golongan individu dalam masyarakat yang memiliki kesadaran dan identittas kesatuan budaya yang dikuatkan dengan kesatuan bahasa.
c) Alex Thio mengemukakan bahwa kelompok etnis adalah kelompok masyarakat yang selalu berbagi kebudayaan.
d) Bruce J. Cohen berpendapat bahwa kelompok etnis dibedakan oleh karakteristik budaya anggotanya.
e) Heckmann menjelaskan bahwa kelompok etnis adalah sekelompok manusia yang memiliki kolektivitas serta identittas kultural tertentu dan hidup dalam sebuah negara, bersama – sama kelompok etnis lainnya.
Letak geografis Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki suku bangsa yang begitu banyak. Menururt Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa, sedangkan menurut Koentjaraningrat tedapat 119 suku bangsa. Secara garis besar, suku bangsa di Indonesia diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Suku masyarakat Pulau Jawa, antara lain Sunda, Jawa, Tengger, dan sebagainya
b) Suku masyarakat Pulau Sumatera antara lain, Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Melayu dan sebagainya
c) Suku masyarakat Pulau Kalimantan antara lain, Dayak, Banjar dan sebagainya
d) Suku masyarakat Pulau Sulawesi antara lain, Bugis, Makassar, Toraja, Minahasa, Toli – Toli, Bolang – Mongondow, dan Gorontalo
e) Suku masyarakat di Kepulauan Nusa Tenggara antara lain, Bali, Bima, Lombok, Flores, Timor dan Rote.
f) Suku masyarakat di Kepulauan Maluku dan Papua antara lain, Ternate, Tidore, Dani dan Asmat.
Tidak hanya didasarkan pada jumlah anggota dalam satu lingkup geografis tertentu, perbedaan suku bangsa juga didasarkan pada pengaruh dan kekuasaan yang dimiliki. Faktor – faktor yang membuat semakin beragamnya kelompk etnik adalah migrasi, perang, perbudakan, perubahan batas wilayah politik dan bentuk perpindahan lainnya.
3) Diferensiasi Klan (Clan)
Istilah klan berkaitan dengan latar belakang keturunan yang tergabung dalam keluarga luas, baik berdasarkan garis keturunan wanita (matrilineal) maupun laki – laki (partilineal) atau kebudayaan. Klan adalah kesatuan sosial berdasarkan kesamaan hubungan darah (genealogi), religio – magis (kesatuan keparcayaan) dan tradisi (adat) yang terdapat dalam masyarakat. Sementara menurut Koentjaraningrat, klan merupakan suatu kelompok kekekerabatan yang terdiri atas semua keturunan dari seorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis, yaitu keturunan warga laki – laki atau perempuan. Menarik garis keturunan dari satu pihak disebut unilateral, contohnya sebagai berikut :
a) Patrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah. Contoh masyarakat Batak dengan sebutan marga
b) Matrilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ibu. Contoh dalam masyarakat Minangkabau, seperti Koto, Chaniago dan Piliang.
Orang – orang yang menjadi bagian dalam suatu klan dapat diketahui dari nama belakang (nama keluarga) yang mereka pakai seperti yang dimiliki oleh masyarakat Batak, tetapi terdapat juga anggota sebuah klan yang dapat dikenali dari lambang – lambang yang dipasang di rumah atau perilaku khusus yang hanya berlaku bagi satu klan.
4) Diferensiasi Agama
Diferensiasi sosial dapat dikelompokkan berdasarkan keagamaan atau kepercayaan. Kita mengenal sebutan umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha serta Konghucu karena di Indonesia mengenal enam agama tersebut. Penggolongan ini semata – mata hanya secara horizontal dan tanpa maksud untuk melihat derajat tingkatan atau pelapisan. Dalam kehidupan sosial hak dan kewajiban warga masyarakat tidak dibedakan berdasarkan agama yang dianut. Pemeluk agama setara dengan karakteristik masing – masing.
5) Diferensiasi Profesi
Profesi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia sebagai sumber penghasilan atau mata pencahariannya. Profesi masyarakat begitu beragam jenisnya. Hal ini dikarenakan pengaruh industrialisasi dan modernisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Diferensiasi profesi merupakan penggolongan anggota masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki. Berdasarkan penggolongan inilah kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi seperti guru, dokter, pedagang, buruh, pegawai negeri, tentara dan sebagainya.
6) Diferensiasi Gender
Secara umum, manusia dikelompokkan menjadi dua, yaitu laki – laki dan perempuan. Dalam kehidupan masyarakat, laki – laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda, seperti perempuan memiliki tugas mengerjakan pekerjaan rumah dan laki – laki berperan sebagai kepala rumah tangga yang bertugas menafkahi keluarganya. Perbedaan laki – laki dan peempuan ini dikategorikan dalam dimensi horizontal karena pada dasarnya kedudukan laki – laki dan perempuan sama karena mempunyai kesempatan, status, dan peran sosial yang sama.
b. Pengaruh Diferensiasi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Adanya pembedaan secara horizontal, baik bedasarkan ras, etnis, klan, agama, profesi, maupun gender tentunya memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut dapat berupa perubahan gaya hidup atau pola hidup yang mencerminkan ciri khas orang – orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Selain itu, banyak pengaruh lainnya yang ditimbulkan. Adapun pengaruh yang dimaksud sebagai berikut :
1) Lahirnya kelompok sosial
Diferensiasi sosial menggambarkan berbagai perbedaan dari para warga masyarakat, baik dari ciri biologis maupun sosial dalam pengertian horizontal. Adanya perbedaan ini akan berpengaruh pada munculnya kelompok – kelompok sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
2) Timbulnya semangat primordialisme dan etnosentrisme
Diferensiasi ras, etnis/suku dan agamadapat menimbulkan semangat primordialisme dan etnosentrisme. Primordiolisme adalah pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada ikatan – ikatan seseorang dalam kehidupan sosialnya dengan hal – hal yang dibawahnya sejak lahir (ras, agama, kedaerahan, dan sebagainya). Sementara etnosentrisme adalah suatu sikap yang menilai kebudayaan masyarakat lain menggunakan ukuran – ukuran yang berlaku di masyarakat. Keduanya semangat tersebut dapat menimbulkan disintegrasi dalam masyarakat.
3) Terjadinya masyarakat majemuk
Pembedaan secara horizontal dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya masyarakat majemuk. Istilah masyarakat majemuk dalam sosiologi merujuk pada masyarakat yang secara struktural memiliki kebudayaan yang bersifat diverse (bermacam macam). Secara tidak langsung, pembedaan – pembedaan yang dilihat dari agama, ras, klan, dan etnis mampu menambah kemajemukan suatu masyarakat di suatu wilayah, misalnya di Indonesia. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat mejemuk karena adanya keberagaman di dalamnya. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
2. Partikularisme Kelompok dalam Perbedaan Sosial
Perbedaan sosial dalam masyarakat dapat memunculkan kelompok – kelompok tertentu dalam masyarakat. Secara tidak langsung, adanya kelompok sosial ini pun mengakibatkan munculnya partikularisme kelompok. Partikularisme adalah suatu sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum atau aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang membandingkan daerah atau kelompok sekunder khusus.
Partikularisme dapat menimbulkan konflik dan menghambat integrasi sosial. Adapun contoh sikap partikularisme kelompok dalam perbedaan sosial yang dapat menghambat integrasi sosial dan nasional sebagai berikut:
a. Primordialisme, merupakan sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal – hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
b. Etnosentrisme, merupakan paham yang memandang masyarakat dan kebudayaan sendiri lebih baik dan merendahkan masyarakat dan kebudayaan lain.
c. Chauvinisme, adalah mengunggulkan bangsa dan negara secara berlebihan dan memandang rendah bangsa lain.
d. Rasisme, merupakan paham yang menganggap rendah ras tertentu.
e. Separatisme, adalah paham yang bertujuan memisahkan diri dari daerah tempat tinggalnya.
f. Nepotisme, merupakan paham yang mengutamakan kepentingan kerabat atau keluarga sendiri.
Untuk menghindari konflik akibat adanya partikularisme, perlu adanya upaya yang dapat dilakukan, di antaranya dengan menumbuhkan sikap adil dan bertanggung jawab, saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, dan memfokuskan diri pada persoalan bukan kesalahan. Sementara untuk menghindari hambatan integrasi sosial dapat dilakukan dengan cara seperti menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial serta mejalankan norma secara konsisten. Dengan cara tersebut, diharapkan dapat meminilasasi atau mencegah terjadinya konflik dan disintegrasi sosial dalam masyarakat sehingga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap terjaga.
A. KESETARAAN UNTUK MENCAPAI KEPENTINGAN PUBLIK
Keberagaman masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi sebuah kebanggaan, melainkan dapat menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan orang yang mempunyai perbedaan pendapat bisa lepas kendali, sehingga secara tidak langsung dapat menyebabkan konflik. Selain itu, munculnya perasaan kedaerahan dan kesukuan juga menjadi permasalahan yang mengancam bagi masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk bisa menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Untuk menghadapi perbedaan dalam masyarakat perlu adanya prinsip kesetaraan agar masyarakat dapat harmonis dan rukun.
1. Prinsip – Prinsip Kesetaraan
Prinsip kesetaraan merupakan kunci terciptanya kerukunan dalam kehidupan masyarakat majemuk. Hal ini karena kesetaraan memandang individu sebagai manusiadengan derajat yang sama. Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkatan atau kedudukan yang sama.
Prinsip kesetaraan perlu diterapkan dalam masyarakat Indonesia yang dikenal memiliki keberagaman, baik dilihat dari suku bangsa, ras, agama dan bahasa. Perbedaan tersebut harus dipelajari agar keragaman yang ada tidak membawa dampak yang buruk bagi kehidupan masyarakat.
Masyarakat Indonesia harus memiliki sikap yang terbuka, logis, dan dewasa sehingga tidak memandang keberagaman sebagai perbedaan, melainkna sebagai kebanggaan yang patutu dijaga bersama. Sementara jika masyarakat tidak memiliki sikap tersebut dalam melihat keberagaman masyarakat, dapat menimbulkan hal – hal buruk, seperti munculnya disharmonisasi ( tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan lingkungannya), perilaku diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu, eksklusivisme/rasialis (menganggap derajat kelompknya lebih tinggi daripada kelompk lain) dan disintegrasi bangsa.
Prinsip – prinsip kesetaraan telah menjadi amanat dalam UUD 1945 dan peraturan perundang – undangan lainnya. Adanya pengaturan persamaan hak dan kewajiban dalam pasal – pasal UUD 1945 telah menunjukkan bahwa kesetaraan dalam kehidupan negara dan berbangsa kita sudah diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan pengakuan prinsip kesetaraan yang berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
2. Implementasi Prinsip – Prinsip Kesetaraan dalam Perbedaan Antarkelompok
Untuk mewujudkan tatanan yang lebih adil dan bebas dari diskriminasi dalam kehidupan masyarakat, diperlukan adanya implementasi prinsip – prinsip kesetaraan. Adapun implementasi prinsip – prinsip kesetaraan dapat diwujudkan dalam kesetaraana gender, suku maupun agama.
a. Kesetaraan Gender
Gender merupakan pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki – laki dan perempuan yahg dilihat dari segi sosial budaya dalam masyarakat. Adanya pembagian dan perbedaan kedudukan inilah yang akhirnya terjadi ketimpangan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Hal inilah menyebabkan munculnya “kesetaraan gender” yang mengandung makna kesetaraan antara laki – laki dan perempuan dalam hal kedudukan, hak dan kewajiban. Di Indonesia realisasi kesetaraan gender dengan tujuan untuk mewujudkan tatanan yang adil dan tidak diskriminatif terhadap perempuan masih menjadi agenda yang terus diperjuangkan oleh berbagai kalangan.
b. Kesetaraan Suku
Kesetaraan suku adalah kesederajatan antarkelompok – kelompok suku yang hidup di masyarakat. Pada era reformasi saat ini, kesetaraan suku di Indonesia sudah terbentuk dengan cukup baik. Implementasi kesetaraan suku relatif tidak membutuhkan upaya yang sifatnya khusus karena kedudukan, hak dan kewajiban semua suku di negara kita dirasakan sudah memiliki kesamaan. Ketegangan dan konflik antarsuku yang terjadi di beberapa daerah biasanya dilatarbelakangi oleh persoalan – persoalan di luar masalah kesetaraan, seperti kecemburuan sosial, sentimen primordial, sengkete wilayah dan fanatisme kelompok.
c. Kesetaraan (Penganut) Agama
Pada masyarakat multikultural dengan beragam agama, tentunya dapat memicu munculnya konflik terkait agama jika tidak dikelola dengan baik. Adanya implementasi kesetaraan agama, dapat menekan dan menanggulangi terjadinya konflik di kemudian hari. Prinsip kesetaraan agama mengatakan bahwa semua kelompok penganut enam agama tersebut memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Implementasi kesetaraan agama umumnya tidak terhambat oleh faktor aturan, budaya atau kebijakan negara. Sejauh ini, penganut enam agama di Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Sementara hambatan yang muncul selama ini disebebkan karena adanya sikap fanatisme (berlebihan) dari kelompok agama tertentu yang kurang terkontrol.
B. RELASI ANTARKELOMPOK DAN TERCIPTANYA KEHARMONISAN SOSIAL DALAM KEHIDUPAN PUBLIK
Setiap kelompok dalam masyarakat tentunya memiliki ciri khas yang membedakan dengan kelompok lainnya. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan pendirian dan keyakinan, latar belakang kebudayaan, kepentingan serta status sosial. Perbedaan – perbedaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai perselisihan, pertentangan dan konflik. Dan apabila hal tersebut terjadi, harmonisasi dalam kehidupan masyarakat indonesia akan sulit terwujud. Untuk itu, diperluhkanlah sikap saling menghormati dan menghargai terhadap perbedaan yang ada.
1. Relasi Antarkelompok dalam Masyarakat
Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan manusia lain. Begitu pula dalam kelompok sosial. Mereka saling berinteraksi, baik antaranggota maupun antarkelompok. Dalam hubungan antarkelompok, terdapat pola – pola tertentu yang khas. Pola – pola tersebut disebut sebagai pola hubungan antarkelompok. Menurut Banton, terdapat berbagai kemungkinan pola hubungan antarkelompok ras. Adapun pola – pola yang dimaksud sebagai berikut :
a. Akulturasi
Akulturasi adalah perpaduan dua kebudayaan tanpa menghilangkan ciri – ciri kepribadian kebudayaan masing – masing. Akulturasi dapat terjadi ketika dua kebudayaan kelompok ras yang berbeda bertemu serta mulai berbaur dan berpadu. Akulturasi tidak hanya terjadi pada masyarakat yang posisinya sama, namun juga pada masyarakat yang posisinya berbeda. Dalam proses akulturasi terjadi pula dekulturasi.
b. Dominasi
Hubungan antarkelompok dapat secara tidak langsung menimbulkan terjadinya dominasi. Dominasi akan terjadi apabila suatu kelompok ras menguasai kelompok ras lainnya. Misalnya, bangsa Belanda yang awalnya datang ke Indonesia dengan tujuan mencari rempah – rempah, kemudian berubah tujuan untuk menguasai bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya dominasi bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia
c. Paternalisme
Paternalisme merupakan bentuk dominasi kelompok ras pendatang atas kelompok ras pribumi. Banton membedakan tiga macam masyarakat, yaitu masyarakat metropolitan (di daerah asal pendatang), masyarakat kolonial (terdiri atas para pendatang dan sebagaian dari masyarakat pribumi) dan masyarakat pribumi yang dijajah.
d. Integrasi
Integrasi adalah suatu pola hubungan antarkelompok yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, namuntidak memberikan perhatian khusus pada perbedaan ras tersebut.
e. Pluralisme
Pluralisme merupakan pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak politik dan hak perdata masyarakat. Pola hubungan yang terbentuk pada pluralisme ini lebih berfokus pada kemajemukan ras daripada pola integrasi.
2. Upaya Menciptakan Harmoni Sosial dalam Kehidupan Publik
Istilah harmonis identik dengan kata damai dan selaras. Harmoni adalah suatu kondisi masyarakat yang hidup rukun dan saling menghormati atau toleran satu sama lain. Sementara harmoni sosial adalah kondisi perpaduan berbagai unsur dalam masyarakat yang dapat menjadikan masyarakat hidup sejalan dengan tujuan masyarakat yang telah terbentuk sebelumnya.
Dalam masyarakat majemuk atau heterogen tentunya mendambakan terciptanya harmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Agar harmoni sosial ini terwujud dalam masyarakat, prinsip kesetaraan harus diterapkan di tengah – tengah diferensiasi dan stratifikasi sosial. Di tengah potensi konflik yang memungkinkan bagi bangsa kita maka usaha untuk membentuk suatu masyarakat multikultural menjadi sangat penting.
Secara sederhana, masyarakat multikultural dapat dimengerti sebagai masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda – beda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis, ras, agama dan budaya. Mereka hidup bersama dalam wilayah lokal maupun nasional.
Tidak ada komentar