KB. 2 IDENTITAS SOSIAL | SOSIOLOGI X | SEM. GENAP
I D E N T I T A S S O S I A L
A. Hakikat Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial
Kata individu dalam konsep manusia menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang otonom. Sebagai makhluk yang otonom, manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya dan bertanggungjawab atas pilihannya itu.
Menurut Aristoteles, manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial. Dia tidak akan memperoleh keutamaan dan menjadi baik jika dia tidak mempunyai teman dan terasing dari masyarakatnya. Menurutnya, manusia harus hidup dalam masyarakat.
B. Identitas Diri
Menurut Stuart Hall, pembentukan identitas dapat diteropong dalam dua cara pandang, yaitu:
1. Identitas sebagai wujud (identity as being)
2. Identitas sebagai proses menjadi (identity as becoming)
Pembentukan identitas dalam prespektif yang pertama, ditempatkan sebagai ciri-ciri yang terbentuk. Identitas ini melekat sejak awal permulaan. Ia terbentuk secara alamiah atau dengan sendirinya. Contoh, dipersatukan dengan kesamaan genetik, ikatan darah, sejarah, dan leluhur.
Sedangkan pembentukan identitas dalam prespektif yang kedua, dipahami sebagai ciri-ciri yang dibentuk melalui proses sosial. Identitas sebagai “proses menjadi”, mengendalikan ciri-ciri tidak bersifat alamiah namun dibentuk secara sosial. Pada tingkat kelompok, identitas semacam ini mewujud dalam kesamaan ide, gagasan, nilai, kebiasaan-kebiasaan baru yang menhasilkan praktik-praktik kehidupan baru. Karena itu, identitas ini tidak dikenali dari ciri-ciri lahiriyah.
Richard Jenkins (1996) dalam Giddens (2009) menyebutkan bahwa identitas adalah pemahaman kita atas siapa diri kita dan atas siapa orang-orang lainnya, serta termasuk pemahaman orang-orang tersebut atas diri mereka dan atas diri kita.
Menurut Anthony Giddens (2009), identitas dapat dibedakan sebagai berikut.
- Identitas primer adalah identitas yang terbentuk pada awal kehidupan, termasuk gender, ras, dan etnis.
- Identitas sekunder adalah identitas yang dibentuk dari identitas primer dan mencakup juga identitas yang terkait peran dan status sosial. Identitas ini dapat berubah seiring dengan perubahan peran dan status seseorang.
C. Konsekuensi Identitas Sosial: Eksklusi dan Inklusi
Proses membuka diri terhadap individu yang memiliki kesamaan identitas inilah yang dikenal watak inklusif. Ikatan-ikatan inilah yang pada akhirnya membuat perbedaan antar kelompok. Dorongan untuk membedakan diri dengan orang lain pada gilirannya akan memicu pemikiran superiotas. Dorongan semacam ini dapat berupa merasa kelompok sendiri lebih unggul atau paling benar, sementara kelompok lain lebih rendah atau salah.
Pada titik inilah sesungguhnya kelompok ini menjadi eksklusif atau membatasi dirinya dengan kelompok lain. Eksklusifitas sangat rawan menyinggung pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Pemikiran tersebut dapat memicu ketegangan antarpihak yang dapat berujung konflik sosial.
Untuk lebih memahami perhatikan penjelasan pada video di atas !
Tidak ada komentar